Thursday, April 11, 2013

Secercah Pelangi Di Langit Sawarna




Sabtu malam tanggal 30 Maret 2013 saya tidak bisa tidur karena lokasi tempat saya menginap tepat di sisi jalan yang menghubungkan jalan keluar dan pantai sehingga sampai larut malam masih saja ada pengunjung yang berlalu lalang dan membuat bising. Saya hanya dapat memejamkan mata tanpa terlelap dengan nyenyak. Sekitar pukul 4 pagi rupanya sudah ada para pengunjung yang berangkat ke pantai dan entah apa yang mereka cari, mereka berjalan sembari bersenda gurau.

Tak berselang lama putriku yang cantik bangun dari tidurnya karena suara-suara gaduh di sisi penginapan. Setelah benar-benar sadar putriku meminta keluar dari penginapan dan bermain di beranda. Saya masih mengantuk karena memang tidak nyenyak tidur, namun dipaksakan juga untuk menemaninya bermain. Setelah bosan bermain di beranda, putriku ingin bermain ke luar penginapan dengan bahasa tubuhnya yang merengek. “Setelah subuh kita akan ke pantai, sabar ya cantik.” Jawabku singkat.

Selepas shalat subuh kami pun berjalan menuju pantai dengan membawa bekal makanan dan air minum. Rencananya kami akan menuju Tanjung Layar yang jaraknya hanya sekitar 700 meter dari pantai ciantir ini.  Bongkahan karang yang berbentuk layar sendiri memang terlihat dari pantai ciantir. Rupanya di pantai masih sepi, beberapa pengunjung terlihat masih terlelap di saung-saung yang terletak di tepi pantai.

Kami berjalan ke arah timur menelusuri sisi pantai dengan menggunakan sandal tracking, menjejakkan langkah-langkah kami ke dalam pasir putih nan lembut. Suara gemuruh ombak menemani langkah-langkah kami dan rembulan di langit sana menjadi cahaya dalam perjalanan kami menuju tanjung layar. Sekitar pukul 5.30 pagi kami beristirahat sejenak di tepi pantai ciantir sambil menikmati rembulan dan mengkonsumsi perbekalan kami.

Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan kami. Kali ini kami tidak menelusuri sisi pantai namun menuju jalan setapak di daratan di tepi pantai karena setelah kami menapaki pasir yang lembut kami menemukan karang-karang yang sulit untuk dilalui. Rupanya jalan setapak yang dilalui tidak mulus karena ada beberapa genangang lumpur sehingga kami harus melipir ke  tempat kering yang aman dilalui.

Dalam perjalanan tersebut kami melewati sebuah saung dan tenda, rupanya salah satu kelompok pecinta alam sedang camping disana, di tepi pantai tidak jauh dari tanjung layar. Tak lama beberapa saung yang menjual berbagai makanan kami temui dan tak jauh dari sana terletak pantai tanjung layar. Langit mulai terang, matahari masih belum muncul tertutup sebuah bukit di sisi timur.

Sekitar pukul 6 pagi kami tiba di pantai tanjung layar dan putriku masih terlelap dalam pelukan ayahnya. Pantai tanjung layar sedang surut sehingga karang-karang di dasar pantai terlihat jelas dengan bentuknya yang kasar dan sekitar 50 meter dari bibir pantai bongkahan karang yang berbentuk layar kapal berdiri dengan lembut menunjukkan pesonanya di pagi itu.

Saya terduduk di tepi pantai dan zahra masih terlelap di dada saya, kaki pun saya luruskan sambil menikmati pesona tanjung layar. Rupanya pasir pantai di Tanjung Layar lebih kasar jika dibandingkan pantai ciantir.

Sekitar pukul 6 lebih sudah banyak pengunjung yang datang, mereka berjalan menjejakkan kakinya di atas karang yang menghubungkan tepi pantai dengan tanjung layar. Di beberapa bagian terdapat genangan air laut yang terjebak di cekungan dangkal ketika laut surut. Saya pun tergoda untuk berjalan diatas karang-karang tadi mendekati bongkahan karang yang berbentuk layar.
Saya berjalan menuju karang yang berbentuk layar tadi melalui beberapa genangan air laut, rupanya air laut sudah mulai pasang namun masih sebatas betis bagian bawah. Beberapa hewan laut terjebak di genangan dan saya bisa melihat beberapa ikan kecil yang ada disana. Seorang pengunjung pun mengabadikannya.

Saya berjalan ke balik bongkahan karang yang berbentuk layar tadi, rupanya ada sebuah pemecah ombak alami yang berjarak sekitar 50 meter. Dari bongkahan karang dan hal tersebut mencegah bongkahan karang tadi dari abrasi pantai sehingga bisa bertahan hingga saat ini. Berbeda dengan dasar pantai di arah utara yang dasarnya kasar dan bergelombang dengan bentuk karangnya maka di sebelah selatan dasar batuan karangnya lebih datar dan banyak sekali kulit kerang yang terjebak di atas karang dan menyatu dengan batu karang yang saya tapaki. Mungkin sudah ribuan tahun sehingga bisa menyatu dengan batuan tadi.

Banyak para pengunjung berkumpul di sisi timur yang merupakan batas akhir pemecah ombak alami, mereka mengabadikan gelombang ombak yang menyerang batu karang. Ketika menelusuri pemecah ombak alami ini, tak jarang ketika ombak besar maka para pengunjung kebasahan terkena semburan ombak yang tumpah melewati barrier tadi.

Setelah puas mengelilingi bongkahan karang yang berbentuk layar tadi, maka saya kembali ke tepi pantai dan air laut sudah mulai pasang sekitar pukul 6.45 pagi. Rupanya putriku sudah bangun dan mulai bermain di tepi pantai ditemani sang bunda. Ternyata putriku sudah mulai berani berenang di pantai, ketinggiannya di beberapa titik masih dangkal karena perbedaan ketinggian karang.

Sebuah hal yang paling mengejutkan dari fenomena yang ada di tanjung layar, semburat pelangi di tengah laut di atas langit sawarna pun muncul. Sebelumnya saya tidak menyadarinya hingga salah seorang pengunjung berkata “Wuih ada pelangi di tengah laut, keren!” ungkapnya. Saya pun mengarahkan pandangan ke tengah lautan, tempat dimana pelangi tersebut timbul.

Pelangi tersebut tidak sempurna hanya terlihat beberapa campuran warna merah, kuning, hijau dan biru yang berbentuk diagonal dan bagian atasnya tertutup awan kelabu. Rupanya ditengah laut hujan baru saja reda dan terbentuklah pelangi. Para pengunjung pun mengabadikan fenomena tersebut dan setelah puas mengamati pelangi tak lama kami pun bergegas kembali ke penginapan untuk beristirahat sejenak dan kembali pulang.



Wednesday, April 10, 2013

Sawarna, surga tersembunyi di selatan Banten



Suara deburan ombak yang besar menggoda kami ketika kami tiba di pantai pasir putih Desa Sawarna 30 Maret 2013 lalu. Awan yang mulai berwarna kelabu di sore tersebut tidak menyurutkan kami untuk bermain di tepi pantai. Rupanya perjalanan 6 jam dari kota cilegon terbayar dengan keindahan pantai pasir putih yang lembut. Suara deburan ombak, pasir putih yang lembut dan keindahan perbukitan yang menghiasi pantai yang membentang di sisi barat dan sisi timur pantai merupakan suguhan tersendiri bagi para penikmat pantai.

Saya tidak pernah menyangka akan melewati hutan yang begitu lebat dengan pepohonan yang tinggi serta jalan yang berkelok dan memiliki tanjakan yang curam. Ternyata dibalik hutan-hutan tersebut sebuah pemandangan yang indah hadir dan sungguh sawarna merupakan surga tersembunyi di selatan banten.

Saya bersama istri dan putri saya pun bermain di tepi pantai dan sesekali duduk menikmati pemandangan laut biru yang terhampar. Di bibir pantai yang ramai dengan para pengunjung banyak yang menceburkan dirinya ke laut dan bermain-main disana. Sedangkan saya dan istri cukup duduk-duduk menikmati keindahan pantai dan sesekali mengabadikan momen bersama. Sedangkan putri kecilku berjalan-jalan kesana kemari diliputi suasana berbeda di tepi pantai.

Sebelum mencapai pantai ini, kami  harus melewati jembatan gantung yang membentang di atas sungai sawarna. Lebar jembatan tersebut sekitar 1,5 meter dengan panjang sekitar 60 meter. Jembatan yang merupakan cirri khas dari sawarna ketika wisatawan berkunjung ke pantai sawarna. Beberapa pengunjung terlihat ketakutan ketika menyeberangi jembatan ini. Sedangkan putri saya bergembira karena dibuat bergoyang-goyang diatas jembatan tersebut.

Disisi barat pantai pasir putih beberapa perahu nelayan terdiam dengan lembut di atas pasir putih. Rupanya para nelayan tak melaut karena ombak yang cukup tinggi sehingga cukup berbahaya jika digunakan untuk melaut. Hal itu pun saya ketahui dari salah satu penduduk disana yang membuka usaha warung makan. “Pesanan ikan tidak ada karena semalam nelayan tak melaut karena ombak yang tinggi”ujarnya.

Rupanya pantai pasir putih adalah sebutan yang lazim diberikan oleh para pengunjung pantai ini, sedangkan nama sebenarnya dari pantai ini adalah pantai ciantir. “Para pengunjung biasa menyebut pantai ini dengan pantai pasir putih sedangkan penduduk disini mengenal pantai ini dengan pantai ciantir” ujar salah satu penduduk. Pantai ciantir yang merupakan sebuah teluk ini memang berpasir putih yang lembut dan terhampar luas jadilah para pengunjung menamakannya pantai pasir putih.

Pantai Sawarna terletak di Desa Sawarna Kecamatan Bayah Lebak Banten. Pantai ini bisa dicapai dengan melalui 2 rute dengan menggunakan kendaraan pribadi dari kota cilegon. Rute pertama, dari cilegon menuju serang lalu mengarah pandeglang dan mengambil jalur saketi-labuan selanjutnya mengambil arah ke malimping dan menuju bayah. Rute kedua, dari kota cilegon menuju serang lalu mengarah ke pandeglang melewati cikulur menuju gunung kencana mengambil arah ke malimping dan bayah.

Dengan perjalanan yang cukup jauh maka warga disini menyediakan home stay atau tempat bermalam. Biasanya harga untuk menginap semalam berkisar Rp.100,000,- namun karena long week end biasanya para pengelola menaikkan harganya menjadi Rp.170,000,- per orang termasuk makan 3 kali. Sedangkan kami menginap di sebuah kamar dengan berbagi kamar mandi seharga Rp.300,000,- tanpa makan. Rupanya hukum mekanisme pasar berlaku juga disini, semakin banyak permintaan maka harga semakin meningkat dan kami terpaksa menerimanya.

Sore hari di tepi pantai ciantir ditutup dengan hujan yang cukup lebat dan kami pun berlari menjauh dari pantai menuju sebuah saung yang menjual makanan dan minuman. Sambil menunggu hujan reda saya memesan segelas capucino dan sebuah pop mie untuk istri dan putriku. Setelah hujan mulai reda maka kami pun beranjak ke penginapan untuk beristirahat.