Sapri mempersilahkan saya untuk masuk ke dalam sebuah tempat
yang dijadikan kandang-kandang luwak berukuran masing-masing 1 meter persegi
per ekornya. Kandang-kandang tersebut terdiri dari dua lorong. Ketika saya
berjalan di dalam lorong tersebut ada seekor luwak yang sedang berdiri
mengeluarkan kuku-kukunya di jeruji besi yang melintang. Perasaan khawatir
mulai muncul, kalau-kalau luwak tersebut mampu menjangkau saya dengan
kuku-kukunya yang tajam dari arah depan dan belakang. Untung saja hal itu tidak
terjadi.
Rupanya di kandang-kandang luwak ini terdapat dua jenis
luwak, yaitu luwak yang berwarna hitam lebat dengan ukuran besar yang merupakan
jenis luwak pandan. Sedangkan luwak yang berwarna coklat dengan ukuran yang
lebih kecil merupakan jenis luwak bulan. “Yang kecil lebih agresif dibanding
yang besar” tutur Sapri.
Di tempat ini terdapat sekitar 100 ekor luwak yang
kandangnya di sekat-sekat. Kandang sederhana yang dibuat dari papan-papan dan
balok serta jeruji besi. Bangunan yang disanggah oleh balok kayu memiliki atap
bangunan sederhana yang di buat dari seng atau atap berbahan plastic agar
cahaya tetap bisa masuk ke dalam kandang luwak. Dibawah kandang-kandang luwak
tersebut disediakan jaring untuk menampung feses luwak.
“Biasanya luwak ini diberikan kopi yang berwarna merah pada
malam hari dan pagi harinya feses-feses tersebut ditampung di dalam jaring yang
terdapat di bawah kandang luwak” ujar Sapri memberikan penjelasan. Namun
rupanya luwak ini tidak hanya di berikan makan kopi saja, di tempat usahanya ada
beberapa karyawan yang mempersiapkan makanan untuk para luwak berupa papaya dan
pisang.
Tepat di depan kandang-kandang tersebut biji-biji kopi
sedang di jemur di atas sebuah terpal berwarna biru. Kopi yang dijemur tersebut
hanya kopi biasa bukan kopi hasil dari olahan pencernaan luwak. Produksi kopi
luwak sendiri bergantung pengiriman dari petani kopi. “Biasanya dikirim sekitar
10 kg sampai 1 kwintal per harinya” Sapri menambahkan.
Sapri sendiri merupakan pengusaha kopi luwak dengan merk
dagang Ratu Luwak. Kopi-kopi produksinya sudah diekspor ke beberapa Negara asia
dan eropa. Hanya saja untuk proses ekspornya Sapri menggunakan jasa broker
sehingga harga ketika di pasaran dunia sudah tinggi.
Setelah berkeliling di kandang-kandang luwak tersebut, Sapri
mengajak saya menuju gudangnya. Letaknya tidak terlalu jauh hanya melewati
beberapa rumah saja. Sambil berjalan menuju gudangnya, Sapri menjelaskan bahwa
kopi luwak ini dimulai pada tahun 2006. Pada waktu itu para petani mencari
kopi-kopi hasil pencernaan luwak di hutan-hutan, namun seiring berjalannya
waktu luwak-luwak ini dipelihara dan diberi makan kopi sehingga mampu
menghasilkan kopi luwak secara berkelanjutan di tahun 2008.
Setelah tiba di sebuah rumah yang cukup bagus, kemudian saya
pun diajaknya masuk ke dalam rumah tersebut yang ternyata di salah satu bagian
rumah tersebut dijadikan tempat penyimpanan biji-biji kopi dalam karung-karung
beras. Di bagian belakang rumah ini beberapa karyawannya menyortir bijih kopi
untuk kualitas terbaik. “Sedang ada yang pesan dari jerman dan ini di sortir
sehingga didapat kualitas terbaik untuk ekspor” ujarnya.
Di salah satu ruangan terdapat bijih kopi dalam bungkusan
plastic yang siap untuk dikirim kepada pemesan. Ada juga bijih kopi luwak yang
sudah di sangrai dan ditempatkan dalam kotak plastic. “Hmm aroma kopinya harum
ya” ujar salah seorang teman.
Sayang hari ini tidak ada proses produksi kopi luwak yang
dimulai dari proses pencucian feses luwak sampai proses penjemuran dan sangrai.
Namun begitu saya pun mendapatkan kesempatan untuk mencicipi kopi luwak robusta
secara gratis.
Sapri mengajak saya untuk melihat produk kopi luwak yang
sudah di kemas dan siap dijual untuk di konsumsi. Ternyata lokasinya berada di
seberang rumah yang merupakan gudang tadi. Sapri dengan ramah mempersilahkan
kami masuk ke dalam rumahnya.
Di sebelah kiri pintu rumahnya terdapat lemari etalase yang
cukup besar setinggi 2 meter di dalam lemari tersebut tersimpan produk-produk
yang siap dijual dengan beragam ukuran mulai dari 100 gram, 250 gram, 500 gram
dan 1 kilogram. Jenis kopinya pun beragam ada kopi robusta, arabika dan kopi
luwak robusta dan arabika. Untuk kopi luwak robusta dengan berat 100 gram
dihargai Rp.50,000 sedangkan untuk kopi luwak arabika dengan berat yang sama
dihargai Rp.70,000.
“Cicipin kopi luwaknya dulu ya?” Sapri menawarkan. Pada
awalnya saya dan teman-teman menolak tapi akhirnya kami pun menerima tawaran
tersebut. Setelah menunggu beberapa saat, datanglah seorang laki-laki muda
membawa beberapa cangkir kecil dalam sebuah nampan. Saya pun menerima kopi
luwak yang masih panas tersebut dan didiamkan beberapa saat agar hangat. Warna
kopinya kecoklatan tidak hitam pekat dan rasanya sedikit asam namun nikmat
tidak terasa pahit. Saya pun menyeruput sedikit demi sedikit dan tanpa terasa
habis juga kopi luwak robusta yang memang nikmat tersebut.
Sebelum pulang saya membeli kopi luwak arabika seharga
Rp.70,000 dengan berat 100 gram untuk dicicipi di rumah. Saya ingin mengetahui
perbedaan rasa antara kopi luwak robusta dan arabika. Kalau di rumah Sapri saya
mencicipi kopi luwak robusta maka di rumah nanti saya akan mencicipi kopi luwak
arabika.
BOKS:
Alamat Produsen Kopi Luwak
Ratu Luwak –Sapri-
Jl.Raden Intan Gg. Pekonan No.98 Way Mengaku, Kec. Balik
Bukit Liwa Lampung Barat