Sabtu malam tanggal 30 Maret 2013 saya tidak bisa tidur
karena lokasi tempat saya menginap tepat di sisi jalan yang menghubungkan jalan
keluar dan pantai sehingga sampai larut malam masih saja ada pengunjung yang
berlalu lalang dan membuat bising. Saya hanya dapat memejamkan mata tanpa
terlelap dengan nyenyak. Sekitar pukul 4 pagi rupanya sudah ada para pengunjung
yang berangkat ke pantai dan entah apa yang mereka cari, mereka berjalan
sembari bersenda gurau.
Tak berselang lama putriku yang cantik bangun dari tidurnya
karena suara-suara gaduh di sisi penginapan. Setelah benar-benar sadar putriku
meminta keluar dari penginapan dan bermain di beranda. Saya masih mengantuk
karena memang tidak nyenyak tidur, namun dipaksakan juga untuk menemaninya
bermain. Setelah bosan bermain di beranda, putriku ingin bermain ke luar
penginapan dengan bahasa tubuhnya yang merengek. “Setelah subuh kita akan ke
pantai, sabar ya cantik.” Jawabku singkat.
Selepas shalat subuh kami pun berjalan menuju pantai dengan
membawa bekal makanan dan air minum. Rencananya kami akan menuju Tanjung Layar
yang jaraknya hanya sekitar 700 meter dari pantai ciantir ini. Bongkahan karang yang berbentuk layar sendiri
memang terlihat dari pantai ciantir. Rupanya di pantai masih sepi, beberapa
pengunjung terlihat masih terlelap di saung-saung yang terletak di tepi pantai.
Kami berjalan ke arah timur menelusuri sisi pantai dengan
menggunakan sandal tracking, menjejakkan langkah-langkah kami ke dalam pasir
putih nan lembut. Suara gemuruh ombak menemani langkah-langkah kami dan
rembulan di langit sana menjadi cahaya dalam perjalanan kami menuju tanjung
layar. Sekitar pukul 5.30 pagi kami beristirahat sejenak di tepi pantai ciantir
sambil menikmati rembulan dan mengkonsumsi perbekalan kami.
Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan
kami. Kali ini kami tidak menelusuri sisi pantai namun menuju jalan setapak di
daratan di tepi pantai karena setelah kami menapaki pasir yang lembut kami
menemukan karang-karang yang sulit untuk dilalui. Rupanya jalan setapak yang
dilalui tidak mulus karena ada beberapa genangang lumpur sehingga kami harus
melipir ke tempat kering yang aman
dilalui.
Dalam perjalanan tersebut kami melewati sebuah saung dan
tenda, rupanya salah satu kelompok pecinta alam sedang camping disana, di tepi
pantai tidak jauh dari tanjung layar. Tak lama beberapa saung yang menjual
berbagai makanan kami temui dan tak jauh dari sana terletak pantai tanjung
layar. Langit mulai terang, matahari masih belum muncul tertutup sebuah bukit
di sisi timur.
Sekitar pukul 6 pagi kami tiba di pantai tanjung layar dan
putriku masih terlelap dalam pelukan ayahnya. Pantai tanjung layar sedang surut
sehingga karang-karang di dasar pantai terlihat jelas dengan bentuknya yang
kasar dan sekitar 50 meter dari bibir pantai bongkahan karang yang berbentuk
layar kapal berdiri dengan lembut menunjukkan pesonanya di pagi itu.
Saya terduduk di tepi pantai dan zahra masih terlelap di
dada saya, kaki pun saya luruskan sambil menikmati pesona tanjung layar.
Rupanya pasir pantai di Tanjung Layar lebih kasar jika dibandingkan pantai
ciantir.
Sekitar pukul 6 lebih sudah banyak pengunjung yang datang,
mereka berjalan menjejakkan kakinya di atas karang yang menghubungkan tepi
pantai dengan tanjung layar. Di beberapa bagian terdapat genangan air laut yang
terjebak di cekungan dangkal ketika laut surut. Saya pun tergoda untuk berjalan
diatas karang-karang tadi mendekati bongkahan karang yang berbentuk layar.
Saya berjalan menuju karang yang berbentuk layar tadi
melalui beberapa genangan air laut, rupanya air laut sudah mulai pasang namun
masih sebatas betis bagian bawah. Beberapa hewan laut terjebak di genangan dan
saya bisa melihat beberapa ikan kecil yang ada disana. Seorang pengunjung pun mengabadikannya.
Saya berjalan ke balik bongkahan karang yang berbentuk layar
tadi, rupanya ada sebuah pemecah ombak alami yang berjarak sekitar 50 meter. Dari
bongkahan karang dan hal tersebut mencegah bongkahan karang tadi dari abrasi pantai
sehingga bisa bertahan hingga saat ini. Berbeda dengan dasar pantai di arah
utara yang dasarnya kasar dan bergelombang dengan bentuk karangnya maka di
sebelah selatan dasar batuan karangnya lebih datar dan banyak sekali kulit
kerang yang terjebak di atas karang dan menyatu dengan batu karang yang saya
tapaki. Mungkin sudah ribuan tahun sehingga bisa menyatu dengan batuan tadi.
Banyak para pengunjung berkumpul di sisi timur yang
merupakan batas akhir pemecah ombak alami, mereka mengabadikan gelombang ombak
yang menyerang batu karang. Ketika menelusuri pemecah ombak alami ini, tak
jarang ketika ombak besar maka para pengunjung kebasahan terkena semburan ombak
yang tumpah melewati barrier tadi.
Setelah puas mengelilingi bongkahan karang yang berbentuk
layar tadi, maka saya kembali ke tepi pantai dan air laut sudah mulai pasang
sekitar pukul 6.45 pagi. Rupanya putriku sudah bangun dan mulai bermain di tepi
pantai ditemani sang bunda. Ternyata putriku sudah mulai berani berenang di
pantai, ketinggiannya di beberapa titik masih dangkal karena perbedaan
ketinggian karang.
Sebuah hal yang paling mengejutkan dari fenomena yang ada di
tanjung layar, semburat pelangi di tengah laut di atas langit sawarna pun
muncul. Sebelumnya saya tidak menyadarinya hingga salah seorang pengunjung berkata
“Wuih ada pelangi di tengah laut, keren!” ungkapnya. Saya pun mengarahkan
pandangan ke tengah lautan, tempat dimana pelangi tersebut timbul.
Pelangi tersebut tidak sempurna hanya terlihat beberapa
campuran warna merah, kuning, hijau dan biru yang berbentuk diagonal dan bagian
atasnya tertutup awan kelabu. Rupanya ditengah laut hujan baru saja reda dan
terbentuklah pelangi. Para pengunjung pun mengabadikan fenomena tersebut dan setelah
puas mengamati pelangi tak lama kami pun bergegas kembali ke penginapan untuk
beristirahat sejenak dan kembali pulang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan disini, sekecil apapun pesan anda akan memberikan kontribusi yang berarti untuk blog ini