Setelah mengunjungi Istana Ratu Boko Minggu 2 Desember 2012 sekitar
pukul 12 siang, saya bersama teman dan anak saya meluncur menggunakan shuttle
bus menuju Candi Prambanan. Dengan waktu tempuh sekitar 15 menit saya pun tiba
di perhentian shuttle bus di kompleks Candi Prambanan.
Kami pun melangkah menuju Candi Prambanan. Namun sebelum
memasuki jalan masuk candi, di sebuah pos yang terdapat para petugas kompleks
candi meminta kami untuk memakai kain batik dengan warna dasar putih. Saya pun
bertanya kepada para petugas “kenapa harus menggunakan kain batik ini pak?”
petugas pun menjawab “sebagai salah satu cara untuk pelestarian batik dan untuk
menandakan pengunjung Candi Prambanan”. Saya dan teman saya pun memakai kain
batik tersebut dan beranjak masuk menelusuri sebuah jalan menuju Candi
Prambanan.
Sebelum memasuki kompleks Candi Prambanan, di pinggir jalan
masuk ada sebuah halaman yang bisa digunakan untuk mengabadikan momen dengan
latar candi prambanan. Saya pun tidak menyianyiakan kesempatan untuk
mengabadikan momen mengunjungi candi prambanan bersama anak saya.
Candi Prambanan terletak di desa Prambanan kurang lebih 20
km timur Yogyakarta dan 40 km sebelah
barat Surakarta. Lokasinya persis di perbatasan antara Provinsi Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Wilayah Candi Prambanan sendiri dibagi antara Kabupaten Sleman dan
Klaten.
Candi Prambanan kerap kali diasosiasikan dengan legenda Roro
Jongrang yang saat ini menjadi patung Dewi Durga disalah satu sisi Candi Prambanan. Itu pula yang ada di pikiran saya, Candi
Prambanan identik dengan legenda Roro Jongrang. Lantas seperti apakah legenda
Roro Jongrang dan Bandung Bondowoso tersebut.
Menurut sebuah sumber diceritakan bahwa Legenda ini
bercerita tentang tragedy dari seorang pria yang sangat berkuasa bernama
Bandung Bondowoso yang ingin menikahi seorang putrid bernama Roro Jonggrang
yang merupakan putri seorang raja bernama Prabu Boko. Tetapi sang putri menolak
secara halus dengan memberikan permintaan dibuatkan 1000 patung dalam waktu 1
malam.
Ketika Bandung Bondowoso membuat patung terakhir yang
dibantu oleh sekelompok jin, Roro
Jonggrang dengan dibantu oleh sekelompok wanita menumbuk padi dengan alat
penumbuk. Aktivitas wanita tersebut untuk menandakan bahwa pagi segera tiba dan
membuat api unggun besar di sebelah timur yang menyebabkan arah timur menjadi
berwarna merah seperti matahari telah terbit.
Melihat hal tersebut membuat sekelompok jin yang membantu
Bandung Bondowoso percaya bahwa pagi telah tiba dan mereka pun menghilang. Roro
Jonggrang segera menghampiri Bandung Bondowoso dalam meditasinya dan
menginformasikan bahwa dirinya telah gagal memenuhi permintaannya.
Setelah mengetahui kebohongan Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso menjadi sangat marah dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah
patung Dewi Durga. Dimana patung tersebut menjadi patung ke 1000 sesuai
permintaan Roro Jonggrang.
Candi Prambanan di bangun pada tahun 856 Masehi oleh Rakai
Pikatan untuk memperingati kembalinya tampuk kekuasaan Dinasti Sanjaya. Candi
ini diabaikan 1 abad kemudian dan pada abad ke 16 hancur karena gempa bumi
besar. Kemudian pada tahun 1930 Candi ini di restorasi yang dilakukan hingga
saat ini.
Sebelum memasuki pelataran kompleks candi, kita akan
menemukan sebuah plang yang menginformasikan bahwa candi prambanan merupakan
warisan budaya dunia nomor 642 yang ditetapkan oleh UNESCO. Saya masuk melalui
gerbang timur dan ketika memandang lurus ke depan tepat dihadapan saya adalah
candi nandi yang dibayangi oleh candi siwa dibelakangnya.
Saat saya memasuki kompleks candi prambanan, saya terpukau
melihat keindahan arsitektur bangunan candi. Saya berkeliling di dalam kompleks
candi sembari menikmati keindahan bangunan candi. Saya terkagum-kagum melihat
bangunan candi siwa yang tinggi menjulang membelah langit dengan ketinggiannya
yang mencapai 47 meter. Awan kelabu mulai menggelayut di atas langit candi
padahal hari masih siang dan terik mentari masih terasa.
Saya pun menuju ke Candi Siwa yang berada di sisi sebelah barat
dari pintu masuk yang merupakan candi terbesar dan terpenting di komplek
prambanan. Di sekeliling luar Candi ini di pagari sebuah trails. Saya menuju
pos petugas yang ada di sisi sebelah kanan pintu masuk candi. Di pos tersebut kami diminta memakai helm pengaman
karena dikhawatirkan ada runtuhan candi yang menimpa pengunjung. Sejak Gempa
Bumi tahun 2006, Candi ini mengalami beberapa keretakan dan harus di tempel
agar tetap kuat.
Candi Siwa merupakan candi terbesar dengan luas 34 meter
persegi dan tinggi 47 meter. Dinamakan candi siwa karena didalamnya terdapa
arca Siwa Mahadewa. Bangunan ini dibagi 3 bagian secara vertical yaitu kaki,
tubuh dan kepala/atap. Candi ini memiliki empat pintu masuk yang sesuai dengan
arah mata angin. Pintu utamanya menghadap ke timur dengan tangga masuknya yang
terbesar dan terdapat arca penjaga raksasa mengapit tangga tersebut.
Didalam candi siwa terdapat empat kamar sesuai arah mata
angin dan keempat kamar tersebut berisi arca siwa mahadewa, siwa mahaguru,
ganesha dan durga. Didasar kaki candi sendiri dikelilingi oleh relief cerita Ramayana.
Hiasan pada dinding berupa makhluk-makhluk surgawi seperti kinari dan
kalamakara. Sedangkan atap candi bertingkat tingkat dengan susunan yang amat
kompleks yang dihiasi sejumlah ratna dengan ratna terbesar di puncaknya. Ketika
berkeliling candi siwa, teman saya pun beujar “bagaimana dengan teknologi masa
lalu dapat mendirikan bangunan semegah dan seindah ini?” pertanyaan yang saya
sendiri pun tidak mengetahui jawabannya.
Setelah menikmati keindahan arsitektur bangunan candi maka
kami pun beranjak menuju pintu keluar di sebelah utara candi. Kami melewati
area bermain, museum arkeologi dan audiovisual, restoran, toko cindera mata dan
menuju ke arah parkiran. Pengunjung sengaja diarahkan untuk melewati objek-objek
tersebut. Jika di dalam komplek bangunan candi terkesan gersang maka ketika
menuju keluar candi, pengunjung akan melewati ruang terbuka hijau yang
memberikan kesan sejuk ketika melewatinya. Saya tidak membeli oleh-oleh apapun
disana, hanya melewati toko cinderamata.
Rupanya perjalanan saya ke candi prambanan harus berakhir
karena saya harus kembali ke UGM untuk menjemput istri melanjutkan petualangan
di kota Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan disini, sekecil apapun pesan anda akan memberikan kontribusi yang berarti untuk blog ini