Pada tanggal 16-20
Juli 2007 lalu Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Geografi Sejarah menyelenggarakan
kegiatan Bertajuk “Arung Sejarah Bahari”. Kegiatan ini diikuti kurang lebih 100
mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Arung Sejarah
Bahari memiliki pengertian Arung berarti mengarungi atau menjelajahi sedangkan
sejarah ialah melihat ke masa lalu. Kegiatan ini berupa menjelajahi jejak-jejak
sejarah kebaharian yang pernah ada di Kalimantan Barat. Kegiatan arung sejarah
bahari bertujuan untuk mengenalkan sejarah kebaharian kepada generasi muda dan
diharapkan dapat mencintai dunia kebaharian.. Pada kegiatan ini para peserta
mengunjungi objek-objek yang memiliki nilai sejarah dan berkaitan dengan
peradaban masa lalu yang pernah ada di Kalimantan Barat. Kota-kota di
Kalimantan Barat yang memiliki peninggalan sejarah maritim diantaranya ialah Pontianak, Ketapang dan
Sukadana. Perjalanan menjelajahi kota-kota tersebut ditempuh dalam waktu 4
hari.
Pontianak merupakan
ibukota propinsi Kalimantan Barat. Kota
ini dibelah oleh Sungai Kapuas yang panjangnya mencapai 700 meter dan merupakan
salah satu sungai terlebar di Indonesia.
Di kota ini
terdapat berbagai macam objek peninggalan sejarah kerajaan maritim, diantara
objek-objek tersebut adalah Kerraton Kadariyah, Masjid Jami Sultan Abdurahman,
makam raja-raja Kerajaan Pontianak. Selain itu, ada juga peninggalan sejarah
yang memiliki kaitan erat dengan kedatangan bangsa china di Pontianak yaitu Klenteng tua Budhisatva
Karaniya Metta dan Pelabuhan Sheng hie.
Keraton
Kadariyah merupakan peninggalan kesultanan Pontianak, yang didirikan oleh Sultan Syarif
Abdurrahman pada tanggal 1771 (14 Rajab 1185 H). Keraton ini terletak 4 km dari
pusat kota,
tepatnya dari Kampung Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Sampai sekarang
Keraton Kadariyah masih menyimpan peninggalan kesultanan seperti, singgasana,
Kaca Pecah Seribu, Al-qur’an tulis tangan oleh Sultan dan lain sebagainya.
Keraton Kadariyah hingga kini masih ditempati oleh keturunan dari Sultan Syarif
Abdurrahman.
Masjid
Jami Sultan Abdurrahman merupakan bagian dari Keraton Kadariyah yang berjarak
300 meter dari Keraton Kadariyah. Mesjid ini terletak di tepi sungai Kapuas, dimana pada masa itu Sungai Kapuas merupakan
prasarana transportasi utama yang digunakan masyarakat sekitar. Masjid yang
didirikan pada masa Sultan Syarif Oesman yang memerintah pada tahun 1819-1855
sampai saat ini masih dipergunakan oleh masyarakat untuk beribadah dan
melakukan kegiatan keagamaan.
Makam
Raja-Raja Kerajaan Pontianak bernama Kompleks Makam Batulayang karena terletak
di Kelurahan Batulayang, Kecamatan Pontianak Utara dengan jarak 7 km dari pusat
kota. Kompleks
makam ini terletak persis disebelah utara Sungai Kapuas. Ditempat ini
dimakamkan 7 orang Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Pontianak yaitu
Sultan Syarif Abdurrahman, Sultan Sayid Kasim Al Kadri, Sultan Syarif Oesman Al
Kadri, Sultan Syarif Hamid I, Sultan Syarif Yusuf Al Kadri, Sultan Syarif
Muhammad Al Kadri dan Sultan Syarif Hamid II.
Sejarah
Pontianak tidak terlepas dari peran Bangsa China yang menguasai perdagangan
pada masa lalu dan mungkin hingga saat ini. Objek peninggalan yang berkaitan
dengan kedatangan bangsa china antara lain Klenteng tua Budhisatva Karaniya
Metta dan Pelabuhan Sanghie. Klenteng tua Budhisatva Karaniya Metta
diperkitakan berdiri pada abad ke-!7. Pada masa itu banyak sekali bangsa china yang
datang ke Kalimantan Barat sehingga etnis china yang ada di Kalimantan Barat
bertambah banyak.
Dibangunnya Klenteng ini adalah untuk memfasilitasi etnis
china untuk beribadah. Selain Klenteng tua, objek peninggalan lain yang
berkaitan dengan adanya etnis china adalah pelabuhan Sheng Hie yang di
perkirakan berdiri pada abad ke-18 dan merupakan pelabuhan peniagaan pertama di
Pontianak.
Pelabuhan Sheng Hie dipergunakan untuk kegiatan perdagangan pada masa itu
bahkan hingga saat ini. Nama pelabuhan Sheng Hie sendiri diambil dari nama
seorang pengusaha besar hasil bumi dari negeri China. Pelabuhan ini memiliki letak
yang strategis karena terletak di tepi Sungai Kapuas.
Para peserta Arung Sejarah Bahari tidak hanya mengunjungi
objek-objek yang berkaitan dengan sejarah maritim tetapi juga mengunjungi objek
lain yang memberikan wawasan tentang Kalimantan Barat. Objek yang dikunjungi
yaitu Tugu Khatulistiwa dan Museum Daerah Kalimantan Barat. Kota Pontianak
merupakan kota
yang dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga berpengaruh pada suhu udara
rata-rata harian yang cukup panas. Tugu Kahtulistiwa dibangun pada masa
penjajahan Belanda. Tugu ini memiliki Keistimewaan yakni setiap tanggal 21-23
maret dan 21-23 september pada pukul 12.00 terjadi kulminasi, dimana
benda-benda yang ada di sekitar tugu tidak memiliki bayangan, karena pada
tanggal tersebut posisis matahari tepat berada pada garis khatulistiwa.
Selain
Tugu Khatulistiwa objek lain yang dikunjungi ialah Museum Daerah Kalimantan
Barat. Di museum ini kita dapat menemukan hasil peninggalan sejarah khusus
etnis yang ada di Kalimantan Barat yaitu etnis melayu, etnis dayak dan etnis
china.
Kota
Pontianak merupakan salah satu kota
atau wilayah yang di jelajahi pada kegiatan Arung Sejarah Bahari, kota atau wilayah lain
yang di jelajahi ialah Kabupaten Ketapang dan Sukadana yang terletak di sebelah
selatan Kalimantan Barat. Kabupaten Ketapang dan Sukadana memiliki berbagai
peninggalan terkait kehidupan sejarah kerajaan maritim karena di wilayah ini
terdapat peninggalan kerajaan Sukadana dan Ketapang Perjalanan Pontianak menuju Ketapang ditempuh
dengan waktu kurang lebih 7 jam dengan menggunakan kapal laut ekspres.
Objek-objek
kunjungan yang ada di Ketapang yaitu Keraton Muliakarta, Kompleks Makam
Raja-Raja Matan, Makam Keramat Tujuh dan Keramat Sembilan. Keraton Muliakarta
diperkirakan dibangun pada Abad ke-17 dan merupakan Istana Raja-raja Matan
(Keturunan Raja-raja Tanjungpura). Keraton ini menghadap sungai Pawan sebagai
jalur transportasi utama untuk perniagaan. Kerajaan Tanjungpura atau Matan
memiliki kaitan erat dengan Kerajaan Sukadana karena Sejarah berdirinya
Kerajaan Matan tidak terlepas dari Kerajaan Sukadana yang pada masa lalu
pendiri Kerajaan Matan berasal dari Kerajaan Sukadana yang berhasil melarikan
diri akibat kekalahan yang dialami Kerajaan Sukadana dari Kerajaan Pontianak.
Komplek
Makam Raja-raja Matan terletak sekitar 4 km dari Keraton Muliakarta. Disini
dimakamkan Raja-raja Kerajaan Matan. Selain Kompleks Makam Raja raja Matan
terdapat pula Makam Keramat Tujuh dan Keramat Sembilanm, makam ini diperkirakan
telah berumur sekitar 650 tahun yang dibuktikan dengan tulisan pada batu nisan
yang tertulis 1363 saka atau 1441
masehi. Batu nisan di makam ini terbuat dari batu andesit dan bertuliskan huruf
arab. Menurut ahli arkeologi untuk pertama kali batu andesit ditemukan di Pulau
Kalimantan adalah di Ketapang. Diperkirakan bentuk batu nisan berasal dari abad
terakhir Kerajaan Majapahit. Batuan andesit yang ada di Ketapang berasal dari
pulau jawa dan diperkirakan pada masa lalu telah terjadi hubungan antara majapahit
dan Kalimantan.
Akhir
perjalanan arung sejarah bahari ialah di Sukadana di daerah ini pada masa lalu
berdiri sebuah kerajaan yang terletak di pantai barat Kalimantan
dan sempat merasakan masa-masa kejayaan
karena memiliki letak strategis yang merupakan jalur perdagangan antara jawa,
sumatera dan semenanjung malaka. Bahkan, dikemudian pedagang-pedagang cina juga
melalui jalur perdagangan ini.
Perjalanan
ke Sukadana ditempuh dengan waktu kurang lebih 3 jam dengan menggunakan bis
dari Ketapang. Objek-objek yang dikunjungi di daerah Sukadana ialah Bekas
Pelabuhan Sukadana, Makam Raja-raja Sukadana, Benteng Belanda dan Bekas Kantor
Belanda (Tangsi). Bekas Pelabuhan Sukadana terletak di Teluk Sukadana yang
merupakan pula Selat Karimata. Pelabuhan ini pada masa lalu dipergunakan
sebagai pelabuhan perdagangan jalur sutera sekaligus merupakan pertemuan jalur
perdagangan dari barat, timur dan utara. Digunakan juga perdagangan dari luar
nusantara seperti Eropa, Cina, Johor dan Brunei dan juga dari nusantara
seperti Bugis, Melayu, Jawa, Banjarmasin,
Riau dan Palembang.
Hasil yang dijual pada masa itu adalah rempah-rempah, intan, kayu gaharu dan
kerajinan berbagai bangsa, guci-guci dari cina dan sebagainya. Sekarang ini
peninggalannya berupa puing-puing bangunan pelabuhan yang sudah tidak utuh
lagi.
Makam
Raja-raja Sukadana terdapat dikampung dalam sekitar 3 km dari bekas pelabuhan
Sukadana. Disinilah terdapat makam raja Kerajaan Sukadana yaitu Tengku Akil
yang wafat pada tahun 1845. Hingga kini keturunan dari Tengku Akil masih
tinggal tidak jauh dari makam, peninggalannya berupa genta dan pedang pun masih
terawat dengan baik. Selain makam dan pelabuhan objek lain yang dikunjungi
ialah Benteng dan Tangsi militer Belanda yang berjarak sekitar 2 km dari makam.
Pada masa lalu benteng digunakan sebagai pusat pemerintahan distrik sukadana.
Selain itu di daerah sekitar benteng dan tangsi militer tedapat pemukiman
khusus orang Belanda. Saat ini kondisi bangunan tidak terawat lagi terlihat
kotor dan ditumbuhi oleh semak.
Perjalanan
pun berakhir di Sukadana, saatnya kembali ke Ketapang lalu ke Pontianak. Kegiatan arung sejarah bahari
tidak hanya mengunjungi objek-objek yang memiliki nilai kebaharian namun juga
diadakan kegiatan diskusi dan seminar. Diskusi dan seminar diadakan untuk
memperluas wawasan mengenai dunia Kalimantan Barat dan juga dunia kebaharian. Diskusi
yang diadakan antara lain mengenai diskusi sejarah maritim.
Semoga dengan
adanya kegiatan ini bertambah pula wawasan kebaharian dari para pesertanya,
serta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat didaerah masing-masing.
Diharapkan kegiatan ini bukan hanya sekedar perjalanan biasa yang tidak
memiliki arti apapun namun diharapkan perjalanan ini membawa pesan tersendiri
yang tersimpan di benak para peserta yang selanjutnya mereka dapat
mengaktualisasikan dirinya terkait dunia kebaharian. Semoga..
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan disini, sekecil apapun pesan anda akan memberikan kontribusi yang berarti untuk blog ini